Presenter Olahraga dan Sebuah Komoditas di Televisi

Semua orang sepakat apabila olahraga adalah sebuah kegiatan besar yang sangat asik dilakukan atau hanya sekadar disaksikan. Berbagai macam olahraga sudah terlahir sejak ratusan, mungkin ribuan, tahun yang lalu. Dan kini, salah satu olahraga terbesar adalah sepak bola.

Sepak bola sudah menjadi idola bagi banyak kaum di dunia. Bahkan sampai ada yang menjadikan sepak bola adalah ‘Tuhan’. Permainan 11 orang ini begitu kuat menghipnotis jutaan penonton dari seantero jagad raya.

Kemajuan sepak bola kemudian ditopang oleh lahirnya teknologi. Teknologi berperan besar atas eksistensi sepak bola dari masa ke masa. Para penikmat atau penggila tak jarang mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teknologi, terutama televisi. Melalui televisi sebuah pertandingan sepak bola akan terasa semakin dekat dengan penonton.

Olahraga jugalah yang menjadi sebab-musabab televisi hadir di Indonesia. Ketika itu, Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 1962 di Jakarta. Hal itulah yang menjadikan presiden Indonesia kala itu, Soekarno, memutuskan untuk mendirikan stasiun televisi pertama yakni TVRI.

Kian kemari kemajuan pertelevisian di Indonesia begitu pesat perkembangannya. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya stasiun-stasiun televisi yang bermunculan dan dapat dilihat bahwa televisi menjadi media massa yang paling banyak diminati oleh masyarakat. Sudah menjadi pasti, bahwa faktor pendiri televisi adalah sebuah bisnis. Demi menjaga kelanggengan sebuah televisi, mereka harus mampu bersaing menciptakan program-program yang menarik untuk mendapat perhatian penonton.

Salah satu yang menjadi fokus mereka adalah sebuah program olahraga. Mereka menyadari bahwa olahraga adalah sebuah kegemaran masyarakat di Indonesia, dan banyak penggemarnya, terutama sepak bola. Memang, tidak semua televisi mampu menyiarkan tayangan olahraga, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akan tetapi, setidaknya, mereka memiliki program berita khusus olahraga. Program berita olahraga inilah yang mereka bangun dengan sedemikian rupa agar terlihat menarik di mata penonton.

Televisi kini seakan merekonstruksi sedemikian rupa sehingaa bagai sayur tanpa garam apabila sebuah program berita olahraga tanpa presenter perempuan. Dan, jelas adanya kalau sebuah kegiatan olahraga adalah laki-laki para penggiatnya. Itu yang dimanfaatkan oleh pembuat program untuk menarik penonton laki-laki.

Padahal polemik yang tengah terjadi saat ini adalah televisi dianggap paling berpengaruh terhadap kelompok lemah. Khalayak sasaran kelompok ini adalah kaum perempuan. Kaum perempuan selalu menjadi sasaran intervensi tayangan televisi dengan berbagai macam corak ragam acaranya. Terutama dalam program berita olahraga.

Akan tetapi eksploitasi perempuan dalam pencitraan media massa tidak saja kerelaan perempuan, namun juga kebutuhan kelas sosial itu sendiri, sehingga mau ataupun tidak kehadiran perempuan menjadi sebuah kebutuhan kelas sosial tersebut. Sering juga disebutkan bahwa gambaran model perempuan yang parasnya cantik dan tubuhnya yang indah digunakan karena dianggap bernilai estetis.

Dalam kehidupan sosial, pada hubungan perempuan dan laki-laki, posisi perempuan selalu ditempatkan pada posisi “orang belakang”, “subordinasi”, perempuan selalu yang kalah, namun sebagai “pemuas” pria, pelengkap dunia laki-laki. Hal-hal inilah yang direkonstruksi dalam media massa kita sehari-hari.

Ketika tubuh dijadikan komoditas, segala potensi tubuh dieksploitasi sebagai cara menarik perhatian, khususnya elemen-elemen sensualitas. Inilah yang disebut demokrasi sensualitas (democracy of sensuality), di mana nilai tanda sensualitas digunakan sebagai tarik sebuah komoditas yang sebenarnya tidak menarik. Teknokrasi sensualitas adalah mekanisme mengendalikan pikiran konsumen melalui penampilan sensualitas. Di sini bekerja prinsip kepuasan khalayak, yang diperoleh melalui citra tubuh di dalam berbagai sistem komoditas.

Komoditas secara sederhana dapat didefenisikan sebagai hasil kerja manusia, entah itu di dalam bentuk barang atau jasa yang sengaja diproduksi untuk dipertukarkan melalui mekanisme pasar. Komoditas, dalam wujudnya sebagai benda maupun jasanya, umumnya diproduksi secara masal, melayani kebutuhan konsumen dan juga diproduksi berulang-ulang untuk kebutuhan masyarakat konsumen yang menjadi target pasarnya. Komoditas adalah pengobjektifan atau pematerialan atau kristalisasi kerja sosial manusia. Komoditas merepresentasikan bentuk simbolis yang digunakan mereproduksi tenaga kerja melalui konsumsi (Lee, 2006). Aspek-aspek penting komoditas adalah komoditas itu harus memiliki nilai guna, dalam arti barang dan jasa, itu bermanfaat untuk memuaskan kebutuhan tertentu. Selain itu, komoditas harus pula bisa dipertukarkan dengan barang atau jasa lain yang berbeda kegunaannya atau disebut nilai tukar.

Dengan sederhana dapat dikatakan bahwa tubuh, seksualitas, sensualitas dari perempuan sudah dijadikan daya tarik penonton yang rata-rata adalah laki-laki, kemudian rata-rata penonton tersebut (rating/share) akan dijual kepada pengiklan. Semakin banyak para penontonnya, maka akan semakin banyak pula pengiklannya. Dan, akan semakin langgeng pula televisi itu.

One thought on “Presenter Olahraga dan Sebuah Komoditas di Televisi

Leave a comment